Sejak pertama Liga Musik Nasional bergulir dan menampilkan band-band yang layak disegani, tidak sedikit yang bertanya, “Kapan Komunal?” Setelah melewati beberapa seri, Limunas menjawabnya dengan berkelas, Komunal, aksi heavy metal pada kelas terbaik yang tergolong jarang manggung, akan tampil pada seri ke-5, sendirian. Dengan kata lain, akan menjadi show terpanjang mereka, konser tunggal!
Beberapa hari sebelum hari-H, 11 Oktober, tiket pre-sale sebanyak 200 lembar telah ludes. Menyisakan 50 lembar tiket on the spot (yang bagusnya, tidak bisa nitip ke panitia), yang akhirnya habis disikat beberapa jam sebelum gerbang IFI sebagai lokasi perhelatan, dibuka. Saya yang datang beberapa menit saja sebelum acara dimulai, sempat melihat orang-orang yang baru datang dan berniat membeli tiket menerima jawaban tegas dari lini ticket box. Belum lagi kisah seorang kawan yang datang telat dan mendapati sejumlah orang yang tidak bisa masuk. Ketegasan yang memang diperlukan, mengacu pada kapasitas gedung IFI, untuk membuat para hadirin merasa nyaman.
Di meja merchandise, telah tersedia item-item jualan, termasuk diantaranya beberapa poster acara yang menggugah selera. Sementara di seberangnya terpampang lima artwork Komunal (yang sangat mengagumkan itu) antara lain Rock Petir, Hitam Semesta, Selebrasi, dsb. oleh Blossomdecay dan Morrg. Ada juga papan tulis yang disediakan untuk dituliskan pesan-kesan kepada sang pemilik hajatan. Wajah-wajah para hadirin juga tampak lebih familiar bagi saya, yang dari air mukanya terlihat sangat bergairah menanti kemunculan sang penyelamat rock n’ roll.
Di dalam, orang-orang telah mengambil posisi yang diinginkan, mereka yang ingin menghayati sembari mengangguk-angguk syahdu saja, memilih menempati bagian belakang dan samping. Sementara di bagian tengah-depan telah diramaikan mereka yang ingin merasakan maksimalnya pesta dengan cara berdansa, berteriak, dan berjibaku.
Panggung masih tertutup tirai hitam dan merah dengan logo Komunal, mulai terdengar lantunan intro yang baru kali itu saya dengar, sebelum Hymne (Nyanyian Pujian) mulai dikumandangkan ketika tirai mulai terbuka. Backdrop dengan tampilan gagak raksasa anggun lagi jumawa, mengawal dengan kokoh kemunculan Ai yang berikat kepala southern, Sadat dengan tampilan koboi flamboyan, dan Arief (masih menggantikan bassist Arie yang absen karena katanya, “main badminton!”) yang mulai mengarahkan massa untuk mengepalkan tangan dan berteriak mengikuti hymne. Untuk kemudian terdengar sorakan-sorakan pertanda datangnya Doddy Hamson, dengan topi tinggi dan jubah bak Pak Tarno, mengomandoi dimulainya pesta dengan Bakar Kibar.
Di barisan depan, khalayak mulai riuh ikut bernyanyi dan melompat-lompat. Beberapa lagu awal dihantarkan tanpa banyak jeda, “menurut skenarionya saya belum boleh bicara,” tukas Doddy. Ia mengoptimalkan jeda di tiap lagu untuk mengambil nafas, dengan bahasa tubuh saat berbicara yang seolah meragukan kebesaran mereka sendiri (tidak seperti di gigs-gigs sebelumnya dimana ia terlihat lebih lepas), tidak lupa menegaskan kembali peraturan bahwa hanya ia yang boleh merokok di ruang IFI, sambil sesekali mengucapkan kata “gembira!” tentunya dilengkapi dengan deklarasi bahwa Komunal tidak punya fans, melainkan teman. Segan.
Kembali kepada massa yang riuh bernyanyi dan melompat, tidak hanya tembang-tembang bernuansa rockish yang memantik terjadinya hal-hal tersebut, Komunal seperti yang kita yakini, menawarkan paket lengkap nan mumpuni. Khusyuk berheadbang-ria akan terjadi dengan sendirinya manakala Ilmu Tentang Racun mulai menggema, moshpit yang tak terelakkan jika Budaya Purba telah dihantamkan, mengayunkan kepala dengan lembut di Hitam Semesta, atau bernyanyi dengan khidmat -sembari mengingat kampung halaman- ketika akhirnya, Higher Than Mountain 2 dilantunkan. Dua lagu terakhir juga menorehkan sejarahnya sendiri, perdana dibawakan di pertunjukan mereka (“beruntunglah kalian yang ada di sini!”). Saya sendiri mulai merangsek ke baris depan ketika Dalam Kerinduan mulai bergaung. Ya, dalam kerinduan.
Komunal membawakan total 20 lagu dengan komposisi dua lagu dari Panorama (sayangnya Watch Your Back, I’ll Steal Your Love tidak diikutsertakan), setengah dari muatan Hitam Semesta, dan keseluruhan Gemuruh Musik Pertiwi. Dengan dua lagu diantaranya dibawakan ulang menjelang akhir bersama dua vokalis tamu, Ginan dari Mood Altering untuk membawakan Ngarbone, serta Unbound dari Speedkill yang tampaknya didaulat secara spontan untuk ikut tampil dan menancapkan rasa sengit pada Budaya Purba.
Menjelang penghujung pertunjukan, Doddy dan para penonton bernegosiasi, apakah membawakan ulang satu lagu lagi atau ada permintaan lagu lain sebelum dilanjutkan ke tembang pamungkas. Saya yang mengharapkan Ilmu Tentang Racun dibawakan lagi, memilih diam saja ketika suara terbanyak adalah membawakan Diorama Kontaminasi Puritan, yang tidak bisa dipenuhi Komunal karena Arief menga
ku belum hafal. Negosiasi buntu. Komunal memilih mengakhirinya langsung dengan Pasukan Perang Dari Rawa, diikuti moshpit yang semakin menggila menegaskan salah satu kalimat dari lagu mereka, “Malam ini kamilah milikmu.” Intim dan sangat menyenangkan.
Pesta usai, permintaan encore tidak bisa dikabulkan. Namun di sekitar saya terdapat wajah-wajah bersimbah peluh dihias dengan lengkungan senyum kepuasan. Bukan main.
…
Keesokan paginya, setiap saya menelusuri rasa pegal di badan akibat berkubang di arena dansa dan tubrukan malamnya, masih terpampang persisnya kebahagiaan yang hadir di sana. Ada beberapa malam yang telah terjadi, yang mana kita tidak akan ragu untuk mengiyakan apabila bisa kembali ke saat itu. Malam dimana Komunal merayakan kedigdayaannya, segera masuk ke dalam daftar yang saya bayangkan tersebut. Penyelamat rock n roll, Monster Masa Depan, apapun sebutannya, mereka adalah yang terbesar, dan walengsek!
(word: benjing, foto itbo, ighe)
Leave a Reply