Skip to content
Omuniuum – archive sitesmall shop of reading an listening
  • Back to omuniuum.net

Review | ((Auman)) – Suar Marabahaya

May 16, 2013 0 comments Article artikel, cd

Tak usah berpanjang kata, silakan disimak review album Suar Marabahaya ((Auman)) ini. Ditulis oleh teman kami Benjing yang awalnya sempat ragu karena dirasa sudah terlambat tapi menurut kami tidak ada kata terlambat untuk ikut mensyiarkan raungan sang raja. Mari. 🙂
– boit
***
Menghambur Raung Gemuruh: Suar Marabahaya
IMG_0506
Suar Marabahaya sebenarnya sudah dirilis semenjak Januari lalu, yang mana :
1. Satu setengah tahun semenjak saya mendengarkan pertama kali single ‘W.K.G.G’. Jarak yang panjang antara single dan album penuh. Sempat membuat kening berkerut juga awalnya, ketika mendengarkan pilihan mereka untuk menggunakan bilingual pada tatanan lirik. Tapi lama kelamaan, ya, enak juga.
2. Dua bulan semenjak pertama dan kedua kalinya saya menyaksikan mereka di Soundrenaline dan suatu gigs di Borneo Beerhouse. Beberapa hal yang saya tangkap saat itu adalah, para personilnya memakai kaos keren dari band-band keren, mereka punya kualitas sound dan lagu-lagu baik lambat ataupun cepat yang mudah diterima, alasan kenapa lamanya album ini dirilis, dan ocehan Rian Pelor yang mengatakan mereka tidak bermaksud menginvasi ibukota (semacam “kami hanyalah band kampung, datang dengan baik-baik”, dsbg.), yang terdengar sangat merendah selepas uji dengar (dan pandang) kualitas ((AUMAN)).
Tiga bulan kemudian, semakin meresap dan saya merasa perlu untuk mengulasnya. Oh ya, saya belum membaca twit-twit dari abang vokalis -yang menurut seorang kawan- yang pernah menceritakan tentang makna-makna keseluruhan liriknya. Jadi, sesuai dengan nalar dan apa yang saya rasakan saja.
Intronitroduction: Year of the Tiger
Ternyata tembang yang telah saya nantikan sedari melihat performa langsungnya, merupakan unit perkenalan. Tentang ((AUMAN)) yang lahir di tahun harimau, di tanah raja, Sriwijaya. Dinyanyikan dengan alunan yang semakin melambat, tegas, gahar, sebelum dilanjutkan potongan lirik..
Unholy Terror
“Jari tengahku di mukamu!” Wah, sialan. Gempuran stoner rock nan ngebut segera dihantarkan. “Kibarkan panji di udara, seolah kau pegang marka surga..” langsung menyiratkan lagu paling keras terbaru, tentang para penebar teror atas nama agama. Diakhiri dengan keyakinan bahwa orang-orang tersebut tak akan menang.
W.K.G.G
Saya yang terlahir dan tumbuh kembang di kepulauan di Selatan Sumatera, cukup sering mendengar term “Wong Kito Galo” yang diplesetkan menjadi “Wong Kito Gilo Galo”, tapi mendengarnya dalam tembang beracun penyulut pesta, baru kali ini. Mungkin mengisahkan tentang kerasnya skena underground di sana, jika dikaitkan dengan cerita sang vokalis di sela-sela penampilan mereka, tentang orang yang datang-ke-gigs-malah-kena-tujah. Ngeri juga, meski bagian “kureguk cuko”, cukup untuk membuat saya nyengir.
Viva Rimau! Rimau!
Saya suka akan kesadaran ((AUMAN)) dalam pemilihan imej, yang juga disertai dengan kesadaran akan pentingnya menjaga hewan yang menjadi imej tersebut. Panthera Tigris Sumatrae (Harimau Sumatera), dihadirkan pada lagu yang mengundang decak kagum. “Fear not the tiger! We’re the fear!” adalah potongan lirik penuh keprihatinan dan ironi, atas eksistensi sang raja hutan seiring tempo lagu yang terus menurun. Seperti jumlah sang raja sendiri.
City of Ghosts
Saya tidak tahu ((AUMAN)) bercerita tentang kota apa, tapi membaca liriknya serta-merta mengingatkan saya akan Jakarta. Ibukota tercinta yang terus menerus digerus oleh orang-orangnya, untuk membuat orang-orangnya sendiri merasa terus ingin pergi dari sana. Dinyanyikan dengan tempo lambat sepenuhnya pada kata-kata seperti “gemerlap bilbor jual fantasi”, “hidup dalam siklus, terberangus dan mampus”, atau “feed dreams of lies”. Diiringi sayatan-sayatan gitar yang mengiris pada penghujungnya, memicu perenungan kembali.
Suara Marabahaya
Meski saya sampai saat ini masih bingung kenapa ada lagu dengan judul berbeda satu huruf saja dengan judul albumnya, juga istilah “Maradanger”, pada akhirnya semuanya tidak masalah setelah lirik-lirik self-labeled nan rebel, dikawal gitar yang berkejaran sepanjang lagu.
Subsonic Teenage Dream Machine
Dibangun dengan tetabuhan drum, selanjutnya lagu terus berkembang dalam menyampaikan kemarahan dan protes kepada mereka-yang-tak-mengerti. Galak namun tak lupa untuk tetap catchy. Meski saya sudah mulai bosan dengan tema tersebut, tapi cukup mampu untuk mendorong agar semangat perlawanan yang takkan berhenti, tetap dipertahankan.
Broken Hardrock
Lagu paling “rockish” di album muncul dengan judul tersebut, dengan lirik anti-patah hati, juga menjadi satu-satunya yang berbahasa Inggris penuh. Tepat untuk membangunkan kamu-kamu yang menikmati meratapi diri sendiri akibat permasalahan susah-melangkah-maju, yang dewasa ini semakin tampak kronis saja.
(We Are) The Sons of the Sun
Lagu yang secara eksplisit memuja matahari, sekaligus bagai mengingatkan kembali kita yang sedikit-sedikit mengeluh kepanasan, (terlebih beberapa pekan terakhir akibat meningginya temperatur) tentang arti sang surya sebagai sumber penghidupan. Tema lagu yang menarik, dan selalu membuat saya tidak tahan untuk ikut melantunkan bagian-bagian seperti, “merayap dari ufuk timur langit..”
Sangkakala Apokalips
Salah satu lagu terbaik diletakkan di penghujung dan langsung diteriakkan secara parau, mengisahkan bahwa Musa dan Nuh melakukan hal-hal terbesarnya untuk kalian para peminta-minta, pendosa, dan jalang, untuk kemudian melambat di tengah, dan mewanti-wanti tentang denial karena ketakutan terhadap Tuhan kalian yang pencemburu, dan diakhiri kalimat-kalimat semacam “Menyitir wahyu, menjadikan bencana, dst.” Gila.
Macho
Menurut saya, Sangkakala Apokalips adalah penutup yang paling tepat untuk mengakhiri cemerlangnya album, alih-alih demikian, ((AUMAN)) memilih untuk mengakhiri dengan cover version dari lagu dangdut terkenal milik Vetty Vera, dengan lirik yang digubah seolah ditujukan kepada mereka para tough guy. ((AUMAN)) memilih untuk meredakan ketegangan, dan bersenang-senang di akhir.
Kesebelas lagu tersebut dibalut dengan kemasan cukup solid dengan artwork (saya tidak tahu persis nama style-nya) yang seolah datang dari abad pertengahan, merangkum kebuasan, mistis, hingga syahdu, menjadi satu. Dieksekusi langsung oleh gitaris dan drummernya, yang membuat saya membatin “weits, lengkap nih!”
IMG_0507
Maka, dimana posisi Suar Marabahaya di peta musik negeri ini? Saya pikir, ini sanggup menarik penggemar musik rock/metal yang lebih segmented tanpa membuat penggemar rock arus utama berjengit. Juga menunjukkan cara penyampaian turunan jenis musik yang akhir-akhir ini semakin mewabah, tanpa perlu terlihat murah. Album ini pun seakan membuka kans untuk band-band di luar Jawa (khususnya Sumatera), untuk semakin “keluar”. Lalu, dimana posisi album ini untuk saya? Suar Marabahaya ada di jajaran album segan nan segar versi pribadi, saya stell saat membutuhkan semangat (terbukti sepanjang kuartal awal tahun ini), juga menjadi salah satu yang membangunkan di pagi hari. Segan. Tabik. (Words and photos – Benjing)

Tags: auman, cd, review

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Arsip

  • 2018
  • 2017
  • 2016
  • 2015
  • 2014
  • 2013
  • 2012
  • 2011
  • 2010
  • 2009
  • 2008
  • 2007
  • 2006
  • 2005
  • 2004

Copyright Omuniuum - archive site 2022 | Theme by ThemeinProgress | Proudly powered by WordPress